Perceraian adalah anggota dari pernikahan. Karena itu perceraian selalu diatur oleh hukum perkawinan. Hukum perkawinan di Indonesia tidak hanya satu jenis, tapi menerapkan berbagai ketetapan hukum perkawinan untuk berbagai kelas warga dan ke berbagai daerah.

Hal ini disebabkan oleh keputusan yang disebutkan di dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang sudah membagi penduduk Indonesia jadi tiga kelompok, yaitu: kelompok Eropa, kelompok Timur Timur, dan kelompok Asli Indonesia.

 

Perceraian hanya dapat berjalan kalau ditunaikan di depan pengadilan, apakah itu suami karena suami sudah menceraikan perceraian (talaq), atau karena istri menuntut gugat cerai atau memohon hak perceraian karena penglihatan berbicara talaq.

Meski di dalam ajaran Islam, perceraian dianggap sah kalau segera diucapkan oleh suami, tapi harus selalu ditunaikan di pengadilan. Tujuannya adalah untuk memelihara seluruh hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat dari hukum atau perceraian. Budi Susilo, Prosedur Perceraian, Perpustakaan Yustisia, Yogyakarta, 2007,

 

Di mata hukum, perceraian tentu tidak dapat begitu saja terjadi. Artinya, harus ada alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk bercerai. Itu benar-benar mendasar, khususnya bagi pengadilan yang secara kebetulan mempunyai wewenang untuk memutuskan apakah perceraian layak atau tidak untuk dilakukan. Termasuk seluruh keputusan yang tentang bersama konsekuensi perceraian, juga benar-benar ditentukan oleh alasan perceraian. Misalnya mengenai hak asuh anak, dan distribusi aset Divorce in Indonesia.

 

Perceraian tidak diizinkan baik di dalam pandangan agama maupun di dalam ruang lingkup hukum positif. Agama berasumsi perceraian adalah perihal terburuk yang berjalan di dalam hubungan rumah tangga. Namun, Agama tetap memberikan keleluasaan kepada setiap penganut Agama untuk memilih rekonsiliasi atau langkah terbaik bagi siapa saja yang mempunyai masalah di dalam rumah tangga, sampai kelanjutannya perceraian terjadi.

Hukum positif berasumsi perceraian adalah masalah yang sah kalau mencukupi unsur perceraian, juga karena perselisihan yang menyebabkan perselisihan yang sulit dihentikan, atau karena suami tidak berdaya untuk menggerakkan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga.

 

Secara garis besar, prosedur perceraian dibagi jadi 2 (dua) jenis, tergantung pihak mana yang mengajukan klaim. Pertama, gugatan cerai diajukan oleh istri (disebut cerai). Kemudian di dalam mengajukan gugatan untuk litigasi, yang juga harus dipertimbangkan adalah pengadilan mana yang berwenang untuk menerima gugatan, untuk memeriksa lebih lanjut masalah perceraian yang diajukan, berdasarkan pada kompetensi absolutnya (pengadilan lazim atau pengadilan agama).

 

Secara umum, sistem pengajuan perceraian ditunaikan melalui sebagian tahap, sebagai berikut:

 

Kirimkan petisi atau klaim cerai.

Pengadilan tidak boleh lebih dari 30 hari sesudah permintaan diajukan, harus memanggil pasangan yang sudah menikah untuk dimintai penjelasan karena alasan gugatan perceraian diajukan. Tetapi sebelum itu, pengadilan harus melacak jalan damai.

Proses persidangan di mulai dari pengajuan gugatan sampai putusan.
Tahap eksekusi.