Dewan Energi Nasional berasumsi faedah PT PLN (Persero) sebagai badan bisnis dan penyedia listrik bersubsidi menyebabkan perusahaan tidak bisa beroperasi secara efektif. Dewan mengusulkan sehingga dua faedah ini dipisah.
“Analoginya layaknya kaki kanan dan kiri, yang langkahnya saling berlawanan. Akibatnya, PLN tidak maju-maju,” ujar anggota Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi, Minggu, 4 Oktober 2015.
PLN berguna sebagai BUMN yang bertugas mencari keuntungan untuk tambahan pendapatan negara. Namun, di sisi lain, perseroan berguna layaknya badan sarana lazim (BLU) yang bertugas melayani kebutuhan listrik masyarakat (public layanan obligation).
Akhirnya, sebagian kali kegiatan operasional PLN diakui tidak efisien. Perseroan juga sering mengalami kerugian gara-gara kudu menangguk subsidi yang tidak jarang diutangi pemerintah.
Pemisahan manajemen dan keuangan PLN ini, menurut Rinaldy, menyebabkan pertanggungjawaban menjadi jelas. Masyarakat atau pemerintah bisa menuntut jikalau dividen yang tidak maksimal ataupun listrik yang tidak beroperasi bersama dengan baik, ke dua instansi berbeda.
“Tugas menyita untungkan dan subsidi tidak bakal tercapai jikalau masih berada di satu perusahaan,” ucapnya.
Dengan pembelahan ini, koordinasi PLN bersama dengan “atasan” bisa lebih mudah. Perusahaan yang bertugas menyita untungkan berurusan bersama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan Kementerian Keuangan. Sedangkan badan yang mengurus PSO bertanggung jawab kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Wakil Ketua Unit Pelaksana Program Pembangunan Kelistrikan Nasional Agung Wicaksana menyongsong baik usul Rinaldy. Namun, kata dia, pembelahan itu merupakan langkah jangka panjang yang tidak ringan direalisasi. Agen cng
Saat ini, Agung menyatakan urgensi pembenahan PLN adalah membangun perusahaan regional yang mempunyai direksi sendiri. Tujuannya sehingga pembangunan listrik tidak terpusat dan mempermudah pengambilan keputusan.