Fiqih mengharuskan siapapun yang mengeluarkan air sperma atau air mani baik karena mimpi basah atau karena bersetubuh dengan istri ataupun karena onani (istimta’) wajiblah mandi.
Padahal fiqih juga menerangkan bahwa air mani adalah suci (tidak najis), berbeda halnya dengan air kencing yang najis.
Pertanyaan yang sering muncul kemudian bagaimana bisa mengeluarkan seseuatu yang suci malah diwajibkan mandi besar.
Apabila mengeluarkan yang najis cukup dengan bersuci (istinja’ /cebok) saja, dan cukup berwudhu jika ingin menjadi suci?
Dalil dari hadits Rasulullah saw
yang diriwayatkan Abi Said berbunyi: الماء من الماء Bermula air (kewajiban mandi) itu dari sebab air (keluar air mani)
Demikian pula riwayat Ummi Salah ra. bahwa Ummul Sulaim berkata “Ya Rasulullah, bahwa Allah swt tidak malu menyatakan yang haq,
Apakah wajib seorang perempuan mandi apabila ia mimpi jimak?” Rasulullah menjawab “ya, apabila ia melihat air (mani)”.
hadits di atas merupakan dasar yang telah disepakati oleh para Imam Fiqih, bahwa mengeluarkan mani mewajibkan seseorang mandi.
Adapun mengenai kesucian air mani adalah pernyataan Rasulullah saw dalam haditsnya ketika ditanya seseorang mengenai mani yang terkena pakaian,
beliaupun menjawab: إنما هو بمنزلة المخاط والبصاق وإنمايكفيك أن تمسحه بخرقة أو إذخرة
Bahwasannya mani itu setingkat dengan ingus dan ludah, cukuplah bagimu menyapunya dengan percikan air atau idzkhirah (sebangsa rumput wangi).
Jika dalil-dalil tersebut dengan jelas menerangkan kesucian mani dan kewajiban mandi karena keluar mani, tetapi dalil-dalil itu belum menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat (keluar mani yang suci mengakibatkan wajib mandi).
Illat diwajibkan mandi
Sebagian ulama seperti yang ditulis oleh Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid, menjelaskan bahwasannya alasan (illat) diwajibkannya mandi ketika keluar mani adalah adanya rasa nikmat dan lezat yang mengiringi keluarnya mani itu.
Ketika, mereka yang berpendapat demikian tidak mewajibkan mandi bagi orang yang keluar mani tanpa rasa nikmat seperti mereka yang teramat pulas dalam tidur, maka ia tidak diwajibkan mandi.
Hal ini mungkin dapat dijadikan alasan mengenai proses diwajibkannya mandi, tetapi belum bisa menjawab asal masalah “mengapa mengeluarkan barang yang suci harus mandi, sedangkan mengeluarkan air kencing yang najis tidak perlu mandi?”
Bahwasannya dalam catatan ilmu kedokteran ‘ilmut thibb’ diteragkan dalam sekali tumpahan mani terdapat 2 000 000 000 (dua milyar) benih kehidupan spermatozoid.
Maka siapapun yang keluar mani akan kehilangan energy sebanyak itu. Sebagai dampaknya orang yang keluar mani akan segera lemas dan berkurang tenaganya.
Hal ini tidak bisa dipulihkan hanya dengan membasuh dzakar ataupun alat kelamin saja. Tetapi harus dengan cara membasahi badan secara merata terutama dengan air hangat.
Oleh karena itu sebaiknya setelah keluar mani segeralah mandi, agar tubuh kuat kembali. Ini sangat berbeda dengan mengeluarkan air kencing yang hanya mengandung kotoran dari dalam tubuh manusia.
Dan cukup dengan membersihkan alat keluarnya. Meskipun keduanya (air mani dan air kencing) keluar dari lubang alat yang sama tetapi keduanya adalah materi yang bebeda. Wallahu a’lam