Saat seseorang perlu uang, segala cara akan senantiasa dicoba demi mendapatkannya. Mulai berasal dari mencari pinjaman kerabat dekat, sampai mencairkan dana di penyedia jasa pinjaman mungkin jadi cara yang dipilih. Salah satu yang tengah marak dilakukan adalah gesek tunai atau sering disebut gestun.
Sesuai sebutannya, Gestun online terpercaya merupakan tindakan menggesek kartu kredit untuk memperoleh uang tunai. Umumnya, kartu kredit akan di gesek pada mesin Electronic Data Capture (EDC) dan dianggap seakan pengguna Mengenakan kartu kredit untuk berbelanja. Padahal, pengguna sudah bersepakat dengan penyedia EDC untuk memperoleh uang tunai berasal dari transaksi tersebut.
Sekilas, tindakan selanjutnya tidak bertentangan. Namun, nyatanya gestun merupakan kesibukan ilegal. Bank Indonesia sendiri sudah mengeluarkan peringatan bagi penyedia jasa gestun yang beredar. Meski begitu, penyedia gestun masih marak beredar baik offline maupun online. Masih banyaknya peminat dan juga kemudahan melaksanakan tindakan ini membuat jasa gestun senantiasa bertahan.
Lalu, apa saja fakta dibalik tindakan gestun? Berikut adalah lebih dari satu penjelasannya:
1. Berbeda dengan tarik tunai
Jika mengira gestun serupa dengan kesibukan tarik tunai, maka Anda salah. Tarik tunai sendiri dilakukan di bank atau ATM resmi. Dengan begitu, kesibukan Anda langsung tercatat oleh bank penerbit dengan cost potongan yang ditentukan. Tak hanya itu, tarik tunai umumnya terhitung memberikan batasan penarikan.
Aturan pada tarik tunai itulah yang pada selanjutnya justru halangi lebih dari satu pengguna. Biasanya, pengguna yang perlu uang didalam jumlah besar sekaligus akan menerapkan proses gestun gara-gara tidak memberlakukan batasan penarikan dana. Begitu pun cost berlaku, di mana para penyedia umumnya menerapkan potongan langsung 2-3% berasal dari dana penarikan. Tentunya, angka yang lebih rendah berasal dari proses tarik tunai.
2. Gestun dengan sumber dana online
Dari keempat fakta selanjutnya terungkap bahwa tindakan gestun hanya akan merugikan banyak pihak, tak jika sang penyedia jasa yang sanggup terlibat hukum. Namun, keberadaan ketentuan hukum tak jadi penghalang bagi sejumlah oknum. Kasus gestun justru tambah marak sampai ke beragam jenis.
Kali ini, tak hanya kartu kredit yang jadi sumber para penyedia. Uang elektronik sampai poin pada lebih dari satu aplikasi online pun jadi targetnya. Salah satu yang tengah berlangsung adalah tindakan penukaran poin pada akun Traveloka.
Traveloka sebagai Travel Agent Online terbesar di Asia mempunyai reward berupa poin bagi penggunanya yang sudah membeli aneka produknya. Poin sendiri akan bernilai rupiah dan sanggup ditukarkan lagi untuk pembelian produk selanjutnya. Meski begitu, lebih dari satu oknum justru menjadikan poin selanjutnya sebagai sumber dana yang sanggup ditukarkan dengan uang tunai.
Hanya bersyarat alamat email, nomer telepon, bermacam knowledge pribadi lainnya, dan juga belum terdaftar didalam Paylater Traveloka, pengguna sanggup mencairkan poin yang dimiliki. Padahal, poin Traveloka tidak sanggup diuangkan. Sang penyedia justru akan memakai akun pengguna dengan memakai layanan Paylater. Pada akhirnya, pengguna pula yang akan dikenakan tagihan Paylater yang sudah digunakan sang penyedia.
Namun, Traveloka pun sudah memperkuat keamanan akun tiap-tiap penggunanya. Salah satunya dengan Traveloka Secret Code, di mana pengguna akan memperoleh kode unik tiap-tiap melaksanakan transaksi Paylater. Selain itu, knowledge kartu kredit pengguna dijamin keamanannya gara-gara akan senantiasa dimonitor sepanjang 24 jam.
3. Menambah kerugian pengguna
Penawaran potongan dana yang cukup rendah selanjutnya selanjutnya menimbulkan banyak pengguna gestun. Padahal, ada bahaya di balik tindakan tersebut. Meski angka potongan kala penarikan dana rendah, pengguna senantiasa akan dikenakan cost utuh kala penagihan kartu kredit. Hal inilah yang akan merugikan pengguna.
Contoh kasusnya adalah kala “A” melaksanakan gestun dengan limit kartu Rp6 juta. Pengguna dan penyedia bersepakat gestun dengan potongan dana 2%, agar “A” akan memperoleh tunai sebesar Rp5,88 juta.
Sekilas, angka yang dipotong tidak signifikan. Namun, nantinya pengguna senantiasa akan dikenakan tagihan oleh pihak bank cocok limit awal yakni Rp6 juta. Belum lagi, umumnya pengguna gestun melaksanakan tindakan gara-gara keperluan dana mendadak agar tak jarang pelunasan tagihan pun tambah memberatkan.
4. Memicu kredit macet
Tak terdapatnya regulasi batasan penarikan umumnya membuat pengguna untuk memakai semua limit dana. Tindakan ini bukan hanya merugikan pengguna, melainkan terhitung pihak bank terkait.
Umumnya, penarikan dana sekaligus tidak diikuti dengan kapabilitas pembayaran tagihan. Dengan begitu, peningkatan bunga pun akan tetap berlaku sampai menambah beban pengguna. Pada akhirnya, tak jarang pelaku gestun mengalami kredit macet yang terhitung merugikan pihak bank.
5. Tergolong sebagai tindakan ilegal
Dari beragam kerugian dan juga bahaya yang muncul, Bank Indonesia pun menggarap lagi larangan praktik gestun. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/11/PBI/2009 diubah jadi PBI No.14/2/2012 perihal penyelenggaraan kesibukan Alat Pembayaran memakai Kartu (APMK).
Dengan terdapatnya ketentuan selanjutnya diharapkan kegunaan kartu kredit tidak beralih jadi layanan kredit didalam wujud uang tunai melainkan sebagai alat pembayaran.
Masih ada banyak type penyedia ganti uang tunai dengan sumber lainnya. Karena itu, Anda sebagai pemilik kartu kredit maupun akun uang elektronik kudu sanggup menjaga knowledge pribadi.
Hindari pula penawaran pencairan uang jika tidak berbasis bank resmi. Di zaman yang serba digital ini, pengguna dituntut lebih waspada pada segala penawaran dan informasi. Jadi, senantiasa waspada dan menghindari segala macam tindakan ilegal ya!